Tadi siang, sambil menggosok kaca jendela di seluruh rumah, tiba-tiba muncul perasaan: "Ya ampun, aku bahagia banget!" Random memang, sambil ngelapin debu kok merasa bahagia? Tapi dari situ akhirnya aku berpikir kalau ketersediaan waktu, energi, dan kemauan untuk membuat tempat aku tinggal menjadi bersih dan nyaman adalah kebahagiaan. Hal ini bisa aku amini, karena pernah ada saat-saatnya aku tidak bahagia dan hal tersebut biasanya tercermin dari tempat aku tinggal yang wujudnya acak-acakkan. Dari pikiran random siang ini pula akhirnya akupun berpikir lebih jauh tentang pencapaianku hingga saat ini, yang walau kalau dari segi resume ya sangat tidak mengesankan, tapi secara kualitas aku bisa katakan 'lumayan,' habis yaa... berapa orang yang kalian kenal sih bisa dengan percaya dirinya berkata kalau mereka bahagia?
Kadang hampir tidak percaya kalau beberapa tahun lalu aku sempat depresi berat. Kalau ditanya sekarang, aku beneran sudah lupa rasanya, tapi aku selalu ingat perkataanku saat itu ke beberapa teman saat rasanya hidup aku sudah tidak ada jalan terang lagi, "Rasanya kok beneran lebih baik kalo aku ngga ada aja ya?" Di saat itu, aku tidur sekitar 14 jam sehari, badan aku penuh dengan cakaran dan bekas gigitan yang secara sadar dan tidak sadar aku lakukan sendiri. Aku sebatang kara, karena antara aku yang dibuang, atau aku yang membuang, saat itu rasanya aku dikutuk untuk selalu jadi orang yang kesepian.
Lalu, bagaimana caranya aku keluar dari semua itu? Saat itu yang terlintas di kepalaku cuma rasanya ingin ganti identitas dan hidup jadi orang lain saja. Tapi yaa, sebagai orang biasa tentu hal tersebut hampir tidak mungkin kan. Makanya aku melakukan hal yang "mirip-mirip" tapi masih dalam kapasitasku: aku pindah jauh dari Bandung, memulai hidup baru sebagai aku yang baru. Di tahun 2019 aku dengan 2 koper pindah ke pulau Batam dan mengganti panggilanku dari Lily menjadi Livia (ya kalo ganti nama kan agak susah ya, jadi ganti nama panggilan aja haha). Di sana aku memulai hidup yang baru dengan pekerjaan baru yang belum pernah aku lakukan sebelumnya sambil pelan-pelan mencari akar masalah "ketidakbahagiaanku." Setahun di sana aku berusaha membuat diriku menjadi kertas kosong, tabularasa. Nilai-nilai dalam kehidupan aku kaji ulang, mana yang masuk akal menurutku, dan mana yang terbentuk dari konstruksi masyarakat tapi sebetulnya "kurang cocok buatku." Aku mulai lebih banyak bergaul dengan orang-orang dari berbagai tempat (pekerjaanku saat itu mengharuskanku "mengakrabkan diri" dengan partner-partner kerja dari seluruh dunia) untuk memperluas pandanganku tentang kehidupan. Dan, saat rasanya aku sudah menemukan garis besarnya, aku kembali ke kota kelahiranku dan memulai hidup sekali lagi sebagai Lily.
Dengan uang yang kukumpulkan selama satu tahun bekerja di Batam, aku membuat studio jahit kecil di Bandung pada bulan Mei 2020. Awalnya studio kontrakan itu kosong, tapi pelan-pelan saat usahaku mulai berjalan, studiopun mulai terasa seperti rumah. Dari yang tadinya hanya ada satu meja, lalu bertumbuh jadi dua, tiga, empat meja. Dari hanya kasur lipat tipis beli di pasar, kini aku punya kasur nyaman dengan sprei buatan tangan. Dari mencuci dengan bermodalkan ember dan sabun saja, kini aku punya mesin cuci cantik bukaan depan. Hidupku, dibandingkan banyak teman-temanku yang satu angkatan, mungkin terdengarnya tidak mengesankan. Aku hanya tukang jahit dengan penghasilan yang sangat biasa-biasa saja, tidak ada titel keren, tidak ada gelar akademik lain setelah Sarjana Desain yang aku peroleh 7 tahun silam, tidak ada penghargaan bergengsi, tidak punya jenjang karir... Tapi, aku bisa dengan sangat lantang mengatakan bahwa aku sangat bahagia!
Jadi, selama setahun 'bertapa' di Batam itu, apa sih yang sebenarnya aku temukan? Dengan membuat diriku sebagai kertas kosong itu tadi, aku berhasil menyortir hal-hal mana yang memang "membuat aku bahagia" dan hal-hal mana yang "menurut orang-orang akan membuat setiap orang bahagia." Beberapa hal mungkin agak sedikit "sensitif" dan terdengarnya "tidak benar" untuk orang-orang di sini, tapi hei... hal-hal tersebut berhasil membuatku waras dan menghentikan niatku untuk menyakiti diri sendiri.
Aku menyadari kalau sebuah hubungan tidak akan berhasil untukku kalau aku terlalu banyak harus mengorbankan kehidupanku. Aku tidak suka mengurus orang lain, aku tidak suka diurus orang lain, dan aku tidak suka harus berkorban baik secara karir atau cita-cita demi orang lain. Dari situ aku tahu hubungan "tradisional" tidak akan bekerja untukku, aku tidak mendambakan rumah tangga, aku tidak mendambakan keturunan, menurutku hal tersebut hanya konstruksi masyarakat, mungkin iya kebanyakan orang bahagia dengan hal tersebut, tadi tidak buatku.
Aku menyadari kalau sendiri itu jauh lebih baik daripada berhubungan dengan orang-orang yang secara konstan memicu munculnya perasaan-perasaan sedih dan marah. Aku punya hubungan yang kompleks dengan keluargaku, mau apapun yang orang bilang tentang berbakti kepada orang tua ataupun rasa sayang terhadap saudara, hal tersebut bukan untukku. Mungkin kesannya egois, tetapi tahukah kalian berapa kali rasanya aku ingin mengakhiri hidup dulu saat aku bertengkar dengan mereka? Betapa sakit rasanya saat kalian tidak dimengerti dan diperlakukan tidak sesuai dengan yang kalian dambakan? Aku memilih hidup, aku memilih bahagia, maka aku memilih jalan yang tidak biasa ini.
Aku menyadari kalau aku... sangat menghargai pekerjaan-pekerjaan jujur yang sederhana. Kalau kamu berdagang, maka berdaganglah dan dapatkan profit. Jalankan pelan-pelan dengan telaten, tidak perlu buru-buru, tidak perlu "mendisrupsi" atau "mendobrak" apapun. Dari situ aku tahu aku tidak akan pernah lagi bekerja di perusahaan rintisan, ataupun memiliki hubungan dekat dengan orang-orang yang terlalu bersemangat dengan hal-hal semacam itu. Aku suka hal yang sederhana, tidak perlu hingar-bingar di luar, karena hal tersebut bukan untukku.
Selain hal-hal tersebut. masih banyak lagi hal-hal yang aku sadari dalam 'pertapaanku.' Beberapa yang tidak kutulis di sini mungkin rasanya terlalu sensitif untuk dibagikan secara umum (padahal mungkin bagi sebagian orang hal yang aku bagikan di atas pun terdengar cukup 'berani', tapi percayalah masih banyak hal-hal yang lebih 'edan' yang mungkin akupun masih tahu diri untuk tidak tulis di sini).
Perjalananku dari Lily yang dulu ke Lily yang sekarang sangatlah penuh darah dan air mata. Tapi sekarang, dalam sehari, tak henti aku mengucap syukur ke alam semesta. Aku punya tempat yang nyaman dan selalu dinyaman-nyamankan, aku punya pekerjaan kecil yang berarti dan sedikitnya bermanfaat bagi para konsumen-konsumenku, dan yang pasti, aku punya diriku sendiri yang selalu bisa diandalkan dan bangkit lagi setiap aku tersungkur. Iya aku memang sebatang kara, tapi aku tidak sedih dan tidak kesepian, kebalikan dari itu... Aku sangat bahagia :)
Kutipan dari buku: "Selamat Datang, Bulan" oleh Theoresia Rumthe |
No comments:
Post a Comment