March 5, 2010

harapan dan angan-angan

Seperti apa cita-cita yang kalian impikan? Kuliah di universitas terkemuka? Jadi dokter? Pengacara? Punya mobil mewah? Atau rumah bagai istana? Aku terbiasa hidup di lingkungan orang-orang yang punya cita-cita macam itu. Terbiasa hidup di lingkungan orang-orang yang punya impian tinggi, ambisius, dan tentunya super intelek. Sehingga tidak aneh, kalau cita-citaku pun tak kalah tingginya. Meski kadang terdengar tidak mungkin, dan terlalu mengkhayal, tapi kenapa tidak? Namanya juga cita-cita, masa berimajinasi tentang masa depan diri kita sendiri saja harus dibatas-batasi?

Tapi sungguh, menggantungkan cita-cita setinggi langit itu sama sekali bukan hal yang jelek untuk dilakukan. Sebagian orang bilang, jangan mengkhayal tinggi-tinggi, nanti kalau sekalinya jatuh, terlalu sakit. Tapi sebenarnya soal sakit-sakit itu tergantung individu masing-masing kan? Bukankah pepatah bilang “Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”, kalau kita mau bersenang-senang nantinya, kenapa kita harus takut merasa sakit? Harus ada pengorbanan bukan?

Makanya kadang aku merasa ‘prihatin’ kalo ada orang yang cita-citanya kok ‘dangkal’ sekali. Seakan-akan memilih cita-cita itu harus bayar, cari yang termurah, termudah, tak perlu banyak usaha. Memang sih kita harus realistis, tapi lebih dari itu, yang penting usaha, karena meskipun tidak tercapai, setidak-tidaknya kita berusaha, termotivasi, dan tentunya dengan segala usaha itu, membuat kita menjadi individu yang lebih berkualitas.

Menurut pandanganku, rata-rata orang yang cita-citanya dangkal, adalah orang yang malas, dan tidak terlalu peduli dengan sekolah dan pendidikan. Sebagai contoh, aku melihat murid-murid di sekolahku di Amerika. Sebagian besar anak-anak di sini ‘malas’ bahkan ‘tidak begitu peduli’ dengan sekolah, kebanyakan mereka pergi ke sekolah hanya karena sekolah adalah kewajiban di sini. Dan saat kutanya apa cita-cita mereka? Mereka menjawab, “ibu rumah tangga”, “kerja di restoran”, “kerja di penitipan anak”, “nelayan”, dan jawaban-jawaban lain yang sebelumnya ‘jarang’ kudengar dari teman-teman di sekolahku di Indonesia. Aku miris melihat sifat dan mendengar jawaban mereka. Tapi toh itu juga yang membuatku bersyukur hidup di lingkungan anak-anak ‘ambisius’ di Indonesia.

Aku sendiri, tentunya adalah seorang pemimpi. Impianku kadang-kadang aneh, tapi aku tidak putus asa. Mimpiku misalnya ‘ingin sekolah di jepang’, aku bersyukur pernah berusaha mewujudkannya, meskipun tidak tercapai, dan mendaratkanku di bagian dunia yang lain. Hal itu membuktikan bahwa untuk membuat kita bahagia, kadang-kadang hal yang kita impikan tak perlu harus selalu ‘tepat sasaran’. Semua itu juga kembali bagaimana kalian mensyukuri rejeki yang kalian dapat. Dan terus berusaha untuk mimpi-mimpi selanjutnya, jangan berhenti saat kalian sudah meraih salah satu bintang.

Dan hal yang tidak bisa dilewatkan, restu dari Tuhan. Bagaimana kalian selalu mengingat Tuhan, berharap, dan memohon pada-Nya disela-sela kalian berlari sekuat tenaga mengejar impian. Jangan pernah lupa, Tuhan ada di mana-mana, berusaha dan berserah diri, adalah kunci yang utama untuk menjadi orang sukses, yang berhasil dengan gemilang mendarat di bintang tempat mimpinya bersarang.

No comments: